... Pendidikan Dan Ilmu Pengetahuan
Jam Digital

Jumat, 22 April 2022

PENYAKIT DIARE PADA BALITA




Seorang bayi sampai dengan usia balita rentan terhadap diare. Di Indonesia kasus kematian pada anak dikarenakan diare masih terbilang cukup tinggi, sehingga ada baiknya bila para ibu lebih berhati-hati dalam menjaga anaknya agar bisa terhindar dari diare.

Sampai saat ini penyakit yang masih menjadi masalah utama kesehatan pada negara berkembang dan merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak dibawah lima adalah gastroenteritis atau juga sering disebut diare akut. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 angka kematian balita di Indonesia yang disebabkan oleh gastroenteritis (diare) adalah 36 kematian per 1.000 kelahiran hidup.

A.       Gastroenteritis (Diare)

1.      Definisi Gastroenteritis (Diare)

Diare menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization), adalah buang air besar dengan frekuensi lebih sering (lebih dari tiga kali sehari) dan bentuk tinja lebih cair dari biasanya.

Gastroenteritis adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang  dari 2 minggu (Suharyono, 2008).

Gastroenteritis digunakan secara luas untuk menguraikan pasien yang mengalami perkembangan diare dan atau muntah akut. Istilah ini mengacu pada terdapat proses inflamasi dalam lambung dan usus, walaupun pada beberapa kasus tidak selalu demikian pada kondisi seperti kolera atau apa yang dihasilkan oleh E. coli, dimana mukosa usus dan gaster secara struktural ada kecenderungan normal. Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan/atau lender dalam feses sedangkan gastroenteritis didefinisikan dengan diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Diare berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari tujuh hari) dengan disertai pengeluaran feses lunak atau cair, sering tanpa berdarah, mungkin disertai  muntah  dan  panas.

2.      Penyebab Gastroenteritis (Diare)

Bisa bermacam-macam tapi umumnya dikarenakan infeksi virus (rotavirus), bakteri yang masuk kedalam mulut melalui 4F (food, finger, feces, fly (lalat)), faktor lingkungan yang kurang bersih, alergi makanan tertentu.

Penyebab terpenting diare cair akut pada anak-anak di negara berkembang adaalah rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobakter jejuni dan Crytosporidium. Penyakit gastroenteritis dapat ditularkan dengan cara fekal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Peluang untuk mengalami gastroenteritis antara anak laki-laki dan perempuan hampir sama. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi dan bila masukan makanan berkurang, juga mengakibatkan kurang gizi, bahkan  kematian yang disebabkan oleh dehidrasi (Sodikin, 2011).

Menurut Sodikin (2011) penyebab gastroenteritis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1.                      Diare sekresi (secretory diarrhoea)

Dapat disebabkan oleh faktor-faktor antara lain:
a)      Infeksi virus, kuman pathogen, atau penyebab lainnya (seperti keadaan gizi/gizi buruk, higine dan sanitasi yang buruk, kepadatan penduduk, sosial budaya, dan sosial ekonomi).
b)      Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebakan oleh bahan-bahan kimia, makanan (seperti keracunan makanan, makanan yang pedas atau terlalu asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup) gangguan saraf, hawa dingin,  alergi, dan sebagainya.
c)      Defisiensi imun terutama SigA (Secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan berlipatgandanya bakteri atau flora usus dan jamur (terutama Candida).

2.    Diare osmotik disebabkan oleh malabsorpsi makanan, kekurangan kalori protein (KKP), bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dan bayi baru lahir.
  
3.      Patogenesis Gastroenteritis (Diare)

Menurut Nany (2013) patogenesis gastroenteritis:
1)      Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.
2)      Jasad renik tersebut akan berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.
3)      Dari jasad renik tersebut akan keluar toksin (toksin diaregenik).
4)     Toksin     diaregenik         akan     menyebabkan   hipersekresi      yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Menurut Suharyono (2008) walaupun terdapat persamaan klinis pada gastroenteritis sebagai akibat etiologi yang berbeda, namun mekanisme terjadinya penyakit dapat berbeda.

1.      Patogenesis Gastroenteritis karena Infeksi Bakteri

Patogenesis menurut etiologi dapat dibedakan sebagai berikut:
1)     Produksi  enterotoksin:  E.coli  enterotoksigenik (ETEC) dan V.cholerae
2)      Kerusakan sel dan radang: Rotavirus dan Norwalk agent
3)      Penetrasi epitel: EIEC, Shigella dan salmonella
Enterotoksin  V.   clolerae  terdiri  dari  2  sub  unit  yang antara berbeda dalam berat molekulnya, sehingga disebut sub- unit H (heavy) dan sub-unit L (light). Setiap toksin terdiri dari satu sub-unit H dan 6 sub-unit L, sub-unit L mempunyai tugas melekat pada reseptor sel membran sedangkan sub-unit H akan menimbulkan gejala daripada toksinnya. Jadi toksin (sub-unit L) yang dikeluarkan oleh kuman tersebut mengikat reseptor pada sel membran yang kemudian menyebabkan bekerjanya sub-unit H yang mengaktifkan enzim adenilsiklase usus. Maka terjadi produksi “cyclic adenosine monophosphate” yang mengakibatkan diare sehingga terjadinya keluarnya cairan pada elektrolit. Pada ETEC, bekerjanya LT seperti toksin sub-unit H pada kolera.

2.      Patogenesis Gastroenteritis karena Virus

Percobaan pada binatang menjelaskan pathogenesis Gastroenteritis karena Virus, dikemukakan bahwa invasi pada mukosa usus menyebabkan kerusakan sel vili. Terdapatlah “villous blunting” dan usus kurang mampu mengabsorpis garam dan air. Juga terdapat kekurangan enzim terutama disakaridase.
 
4.      Patofisiologi Gastroenteritis (Diare)

Menurut Suharyono (2008) gastroenteritis mengakibatkan terjadinya:

a.       Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic dan hipokalemia.
b.      Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik  atau pra-renjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dehidrasi muntah, perfusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan  asidosismetabolik  bertambah  berat,  peredaran  otak  dapat terjadi, kesadaran menurun dan bila tidak cepat diobati, penderita dapat meninggal.
c.       Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah, kadang-kadang orangtuanya menghentikan pemberian makanan per-os karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma.

5.         Pencegahan Gastroenteritis (Diare)

Dilakukan dari awal salah satunya adalah dengan memberikan ASI eksklusif pada bayi sampai dengan minimal usia bayi 6 bulan dan dilanjutkan dengan pemberian MPASI (makanan pendamping ASI) setelahnya. Tetapi pemberian ASI dan MPASi sendiri juga harus dipastikan bersih, yaitu dengan membersihkan payudara sebelum memberikan ASI kepada bayi untuk menghindari bayi terinfeksi bakteri.

6.         Pemeriksaan Penunjang Gastroenteritis (Diare)

Pemeriksaan objektif utama pada pasien gastroenteritis adalah penentuan tingkat keparahan dehidrasi dan deplesi elektrolit. Adanya demam menunjukan infeksi spesies Salmonella, Shigella atau Kampilobakter. Pemeriksaan colok dubur dan sigmoidoskopi harus dilakukan, kedua dimaksudkan untuk menilai tingkat peradangan rectal, jika ada dan mendapatkan feses untuk diperiksa (Sodikin,  2011).

Menurut Pudjiadi (2009) pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada gastroenteritis (diare akut), kecuali apabila ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis. Hal yang di nilai pada pemeriksaan tinja adalah:

1)      Makroskopis : konsistensi, warna, lender, darah, bau.
2)     Mikroskopis :leukosit, eritrosit, parasit, dan bakteri.
3)      Kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
4)      Biakan dan uji sensitivitas tidak di lakukan pada gastroenteritis.
Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis di curigai adanya gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

7.         Penatalaksanaan Gastroenteritis (Diare)

Dilakukan dengan memastikan bayi tidak mengalami dehidrasi yaitu dengan memberikan asupan cairan yang cukup.  Berikan ASI sesering mungkin, buatkan cairan oralit dengan melarutkan 1 sdt garam dan 8 sdt gula ke dalam 5 gelas air matang. Kemudian, buatkan makanan yang banyak mengandung air seperti bubur sehingga tak hanya menggantikan cairan, tapi juga lebih mudah dicerna. Jika sekiranya langkah-langkah tersebut belum cukup untuk mengatasi diare pada bayi, mungkin perlu dibawa ke dokter. Biasanya, dokter akan melakukan pemeriksaan kadar elektrolit dan sel darah putih untuk memastikan bahwa penyakitnya tidak serius.

Penatalaksanaan penderita gastroenteritis dengan rencana terapi (terapi cairan) Menurut Maryunani (2010) adalah:

1.            Rencana Terapi A: Tanpa Dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)

Terapi dilaksanakan di rumah untuk mencegah dehidrasi dan malnutrisi. Seorang anak dengan diare tanpa dehidrasi  memerlukan cairan dan garam tambahan untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Beberapa hal yang harus diajarkan kepada ibu untuk mencegah dehidrasi, malnutrisi dan saat merujuk, adalah:

a.       Berikan anak cairan lebih dari biasanya untuk mencegah dehidrasi.
b.      Teruskan pemberian makanan pada anak untuk mencegah malnutrisi.
c.       Beri suplemen Zinc pada anak.
d.      Bawa anak ke tenaga kesehatan bila terdapat tanda-tanda dehidrasi atau masalah lainnya seperti tinja cair keluar amat sering, muntah berulang, rasa haus meningkat atau tidak dapat makan/ minum seperti biasanya.

2.            Rencana Terapi B: Dehidrasi Ringan-Sedang (kehilangan cairan 5- 10% berat badan)

       Pada dehidrasi ringan-sedang, perlu diberikan Cairan Rehidrasi Oral (CRO). Komposisi Cairan Rehidrasi Oral (CRO) sangat   penting   untuk   memperoleh   penyerapan   yang optimal. Terapi Cairan Rehidrasi Oral (CRO) yang dianjurkan WHO dengan komposisi Na 75 mmol/L, diberikan dengan pemantauan yang dilakukan diruang rawat sehari atau Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 3 jam. Penilaian kembali derajat dehidrasi, bila masukan/makan baik, penderita dapat dipulangkan.

Bila anak bisa minum, cairan rehidrasi oral (CRO) dapat diberikan sampai cairan parenteral dapat diberikan. Cairan parenteral (intravena) yang diberikan adalah Ringer Laktat (RL) atau KaEN 3B atau NaCl dengan jumlah cairan di hitung berdasarkan berat badan. Status hidrasi dievaluasi secara berkala:

1)      Berat badan 3-10 kg : 200 mL/kgBB/hari
2)      Berat badan 10-15 kg : 175 mL/kgBB/hari
3)      Berat badan > 15 kg : 135 mL/kgBB/hari

Pasien dipantau di Puskesmas/Rumah Sakit selama proses rehidarsi sambil memberi edukasi tentang melakukan rehidrasi kepada orang tua (Pudjiadi, 2009).

3.                      Rencana Terapi C: Dehidrasi Berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)

Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat  (RL) atau ringer asetat sebanyak 100 ml/kgBB dengan tahapan sebagai berikut:

Tabel 1

Panduan Terapi Intravena pada Dehidrasi Berat
Usia
Pertama beri 30 ml/kg dalam:
Selanjutnya beri 70 ml/kg dalam:
Bayi (< 1 tahun)
1 jam
5 jam
Anak (> 1 tahun)
½ jam
½ jam
Sumber: Maryunani (2010)  Hal: 31 Catatan:
1)                    Ringer Laktat diberikan pada 1 jam tahap pertama, sedangkan pada tahap selanjutnya dapat diberikan cairan lain, seperti KaEN 3B.
2)                    Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), pasien dievaluasi dengan menggunakan tabel penilaian dehidarsi dan tentukan rencana terapi selanjutnya sesuai dengan status dehidrasi (A, B, C).
3)                    Ulangi 1 kali lagi bila pulsasi nadi masih sangat lemah atau tidak teraba (Maryunani, 2010).

Kamis, 07 April 2022

 Hukum Menangis ketika Ditinggal Mati



Ditinggal mati kerabat, sahabat, dan orang-orang yang dicintai memang bisa menimbulkan kesedihan yang teramat dalam



Ditinggal mati kerabat, sahabat, dan orang-orang yang dicintai memang bisa menimbulkan kesedihan yang teramat dalam. Akan tetapi, sebagai seorang mukmin, kita wajib menerima segala ketetapan Allah Ta’ala tersebutSehingga, kita pun terhindar dari sikap marah, jengkel, dan tidak rida dengan takdir tersebut. Meskipun demikian, sebagai manusia biasa, wajar saja jika kita ingin menangis meneteskan air mata sebagai tanda sedihnya hati kita dengan berpulangnya kerabat atau sahabat yang kita cintai. Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

شَهِدْنَا بِنْتًا لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ عَلَى القَبْرِ، قَالَ: فَرَأَيْتُ عَيْنَيْهِ تَدْمَعَانِ، قَالَ: فَقَالَ: «هَلْ مِنْكُمْ رَجُلٌ لَمْ يُقَارِفِ اللَّيْلَةَ؟» فَقَالَ أَبُو طَلْحَةَ: أَنَا، قَالَ: «فَانْزِلْ» قَالَ: فَنَزَلَ فِي قَبْرِهَا

Kami menyaksikan pemakaman putri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” Dia (Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu) berkata, “Dan saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk di sisi liang lahat.” Dia (Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu) berkata, “Lalu aku melihat kedua mata beliau mengucurkan air mata.” Dia (Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu) berkata, “Maka beliau bertanya, “Siapakah di antara kalian yang malam tadi tidak berhubungan (dengan istrinya)?” Abu Thalhah berkata, “Aku.” Beliau berkata, “Turunlah engkau ke lahat!” Dia (Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)  berkata, “Maka, beliau pun ikut turun ke dalam kuburnya.” (HR. Bukhari no. 1285)

Terdapat beberapa faedah yang dapat diambil dari hadis di atas sebagaimana penjelasan berikut ini.

Baca Juga: Beriman terhadap Datangnya Kematian

Faedah pertama

Hadis di atas menunjukkan bolehnya menangis ketika ada saudara atau kerabat atau sahabat yang meninggal dunia dengan syarat tangisan tersebut tidak diiringi dengan meninggikan suara, merobek-robek kerah baju, atau menampar-nampar pipi, dan sejenisnya. Karena perbuatan tersebut menunjukkan keluh kesah, rasa marah, jengkel, dan tidak rida dengan takdir yang telah Allah Ta’ala tetapkan dan juga merupakan perbuatan (ciri khas) orang-orang jahiliah terdahulu.

Diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُودَ، أَوْ شَقَّ الْجُيُوبَ، أَوْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ

Bukan dari golongan kami siapa yang menampar-nampar pipi, merobek-robek kerah baju, dan menyeru dengan seruan jahiliah (meratap).” (HR. Bukhari no. 1294 dan Muslim no. 103)

Dari sahabat ‘Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Ketika Sa’ad bin Ubadah sedang sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjenguknya bersama ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Saad bin Abu Waqqash, dan ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhum. Ketika beliau menemuinya, beliau mendapatinya sedang dikerumuni oleh keluarganya. Beliau bertanya,

قَدْ قَضَى

Apakah ia sudah meninggal?

Mereka menjawab, “Belum, wahai Rasulullah.”

Lalu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menangis. Ketika orang-orang melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menangis, mereka pun turut menangis.

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَلاَ تَسْمَعُونَ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُعَذِّبُ بِدَمْعِ العَيْنِ، وَلاَ بِحُزْنِ القَلْبِ، وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا – وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ – أَوْ يَرْحَمُ، وَإِنَّ المَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ

Tidakkah kalian mendengar bahwa Allah tidak mengazab dengan sebab tangisan air mata, tidak pula dengan sebab hati yang bersedih, namun Dia mengazab dengan ini.” Lalu beliau menunjuk lidahnya, atau dirahmati (karena lisan itu) dan sesungguhnya mayat itu diazab disebabkan tangisan keluarganya kepadanya.” (HR. Bukhari no. 1304 dan Muslim no. 924)

Bolehnya menangis ketika ditinggal mati kerabat juga ditunjukkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditinggal mati putranya, Ibrahim. Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi Abu Saif Al-Qaiyn yang (istrinya) telah mengasuh dan menyusui Ibrahim (putra Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil Ibrahim dan menciumnya.

Setelah itu, pada kesempatan yang lain, kami mengunjunginya, sedangkan Ibrahim telah meninggal. Hal ini menyebabkan kedua mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berlinang air mata. Lalu ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu berkata kepada beliau, “Mengapa Anda menangis, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,

يَا ابْنَ عَوْفٍ إِنَّهَا رَحْمَةٌ

Wahai Ibnu ‘Auf, sesungguhnya ini adalah rahmat (tangisan kasih sayang).

Beliau lalu melanjutkan dengan kalimat yang lain dan bersabda,

إِنَّ العَيْنَ تَدْمَعُ، وَالقَلْبَ يَحْزَنُ، وَلاَ نَقُولُ إِلَّا مَا يَرْضَى رَبُّنَا، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ

Kedua mata boleh mencucurkan air mata, hati boleh bersedih, hanya kita tidaklah mengatakan, kecuali apa yang diridai oleh Rabb kita. Dan kami dengan perpisahan ini wahai Ibrahim pastilah bersedih.” (HR. Bukhari no. 1303 dan Muslim no. 2315)

Baca Juga: Hukum Mengumumkan Kematian Seseorang

Faedah kedua

Kandungan hadis di atas menunjukkan bahwa yang sesuai dengan sunah adalah orang yang menurunkan jenazah perempuan ke liang lahat adalah laki-laki yang pada malam harinya tidak berhubungan badan dengan istrinya, meskipun laki-laki tersebut adalah laki-laki ajnabi (laki-laki yang bukan mahram). Karena dalam hadis di atas, Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang menurunkan jenazah putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke dalam lahat, padahal beliau bukan mahram bagi putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadis tersebut menunjukkan bolehnya bagi laki-laki untuk memasukkan jenazah perempuan ke dalam kuburnya, karena laki-laki lebih kuat untuk mengerjakan hal itu dibandingkan perempuan.“ (Fathul Baari, 3: 159)

Faedah ketiga

Hadis tersebut menunjukkan bahwa adanya nasihat atau ceramah ketika memakamkan jenazah tidaklah dituntunkan secara terus-menerus setiap kali memakamkan jenazah. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam duduk di samping makam dan tidak memberikan ceramah nasihat kepada sahabat yang ikut hadir. Yang dikenal atau tersebar (ma’ruf) dari sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah beliau lebih banyak diam serta menyibukkan diri dengan merenung dan memikirkan kondisi ketika itu (kematian). Demikianlah di antara petunjuk salaf setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan cukuplah kematian itu sebagai sebaik-baik peringatan dan nasihat. (Lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 3: 274 dan Ahkaamul Maqaabir, hal. 398)

Akan tetapi, jika dalam kondisi tersebut ada di antara hadirin yang berilmu menyampaikan sedikit nasihat ringkas (singkat) yang berisi tentang motivasi agar manusia menyiapkan diri menghadapi kematian, memperingatkan bahwa kematian itu sangat dekat dengan kita, juga mengingatkan bahwa amal akan dihisab pada hari kiamat, tentu ini juga sebuah kebaikan. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan adalah tidak menjadikan hal semacam ini sebagai suatu kebiasaan.

Hal ini sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Ali radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Kami pernah berada di dekat kuburan Baqi’ Al-Ghorqad. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi kami, lalu beliau duduk. Kami pun ikut duduk di dekat beliau. Beliau membawa sebuah tongkat kecil yang dengan tongkat itu beliau memukul-mukul permukaan tanah dan mengorek-ngoreknya, seraya berkata,

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ، مَا مِنْ نَفْسٍ مَنْفُوسَةٍ إِلَّا كُتِبَ مَكَانُهَا مِنَ الجَنَّةِ وَالنَّارِ، وَإِلَّا قَدْ كُتِبَ شَقِيَّةً أَوْ سَعِيدَةً

Tidak ada seorang pun dari kalian dan juga tidak satu pun jiwa yang bernafas, melainkan telah ditentukan tempatnya di surga atau di neraka dan sudah ditentukan jalan sengsaranya atau bahagianya.” (HR. Bukhari no. 1362 dan Muslim no. 2647)

Faedah keempat

Hadis tersebut menunjukkan bolehnya duduk di samping makam ketika memakamkan jenazah, dengan syarat bahwa hal itu tidak membuat sempit orang-orang yang sedang memakamkan jenazah atau merusak makam yang ada di sekitarnya. Hal ini ditunjukkan oleh hadis yang diriwayatkan dari sahabat Ali radhiyallahu ‘anhu di atas.









Pages

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts